
Sophrology – Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit tropis yang umum menyerang anak-anak di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Mendeteksi gejala DBD sejak dini sangat penting untuk mencegah terjadinya komplikasi serius.
Sayangnya, gejala awal DBD pada anak sering menyerupai flu biasa, sehingga kerap diabaikan, terutama pada tiga hari pertama demam. Padahal, masa ini merupakan periode krusial di mana deteksi dini dapat membantu mempercepat penanganan medis.
Mengutip Bangkok Hospital dan Anugerahslot Centers for Disease Control and Prevention (CDC), berikut beberapa tanda awal DBD pada anak yang perlu diwaspadai:
- Demam tinggi mendadak
- Sakit kepala
- Nyeri pada sendi dan otot
- Kemerahan pada wajah atau orofaring (bagian belakang tenggorokan)
Jika gejala tersebut muncul, sebaiknya anak segera dibawa ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut. Penanganan dini di fase awal infeksi sangat memengaruhi keberhasilan perawatan dan mencegah kondisi memburuk.
Kenali Tanda Awal DBD pada Anak: Kunci Penanganan Cepat dan Tepat

Mengenali gejala awal Demam Berdarah Dengue (DBD) pada anak sangat penting untuk memastikan penanganan cepat dan menghindari komplikasi serius. Meski sering menyerupai infeksi virus lainnya, DBD memiliki sejumlah ciri khas, terutama dalam 72 jam pertama sejak demam muncul.
1. Demam Tinggi Mendadak
Salah satu tanda paling awal dan paling umum dari DBD pada anak adalah demam tinggi yang datang secara tiba-tiba, sering mencapai suhu 39–40°C. Menurut Bangkok Hospital (Juni 2025), lonjakan suhu ini merupakan sinyal awal penting yang tidak boleh diabaikan.
Dengan mengenali demam tinggi sejak hari pertama, orang tua dapat lebih waspada dan segera memberikan penanganan suportif seperti rehidrasi dan pemberian parasetamol. Observasi ketat sejak dini berperan besar dalam mencegah kondisi memburuk atau berkembang menjadi DBD berat.
2. Sakit Kepala Parah dan Nyeri di Belakang Mata
Gejala khas lainnya adalah sakit kepala intens, khususnya nyeri di belakang mata atau retro-orbital pain. Meskipun tidak umum pada infeksi virus biasa, nyeri ini sangat khas pada fase awal (fase febril) DBD.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC, Mei 2025) menyebutkan bahwa nyeri kepala dan retro-orbital ini merupakan indikator awal dengue yang penting. Penelitian di Thailand juga mendukung bahwa gejala ini biasanya muncul dalam 72 jam pertama dan dapat membantu membedakan DBD dari flu biasa.
Mengidentifikasi nyeri ini secara dini memungkinkan pemeriksaan lebih lanjut seperti pengawasan kadar trombosit dan hematokrit, sehingga risiko progresi menuju fase kritis DBD bisa ditekan.
Gejala Awal DBD pada Anak yang Perlu Diwaspadai

Selain demam tinggi dan sakit kepala, terdapat beberapa gejala khas lainnya yang dapat membantu orang tua mengenali DBD sejak dini. Mengamati kombinasi gejala ini penting agar diagnosis dan penanganan dapat segera dilakukan sebelum penyakit berkembang menjadi parah.
3. Nyeri Otot dan Sendi (Myalgia/Arthralgia “Breakbone Fever”)
Nyeri otot dan persendian—yang sering disebut sebagai “breakbone fever”—merupakan gejala umum DBD yang muncul bersamaan dengan demam pada hari pertama. CDC dan Bangkok Hospital mencatat bahwa myalgia dan arthralgia merupakan ciri awal yang cukup menonjol pada anak-anak dengan infeksi dengue.
Mengenali gejala ini dapat membantu membedakan DBD dari flu biasa atau infeksi virus lain, terutama bila disertai demam tinggi dan sakit kepala di belakang mata. Ini juga memperkuat dugaan klinis sehingga evaluasi medis dapat dilakukan lebih cepat.
4. Kemerahan di Wajah dan Tenggorokan (Eritema)
Beberapa anak mungkin menunjukkan eritema wajah (kemerahan pada pipi atau wajah) serta kemerahan di orofaring (tenggorokan) dalam 24–48 jam pertama sejak timbulnya demam. Menurut CDC (Mei 2025), tanda ini merupakan manifestasi dini yang kerap tidak diperhatikan.
Penelitian di Thailand juga menyebutkan bahwa gejala ini sering muncul di awal fase febril dan bersifat nonspesifik. Meski demikian, pengamatan fisik terhadap eritema ini dapat membantu dokter membedakan DBD dari infeksi saluran napas atas biasa. Deteksi dini ini akan memicu pemeriksaan laboratorium dan pemantauan lanjutan yang lebih ketat.
5. Penurunan Sel Darah Putih dan Trombosit
Gejala laboratorium awal DBD adalah leukopenia ringan (penurunan jumlah sel darah putih) dan trombositopenia (penurunan jumlah trombosit). CDC mencatat bahwa kondisi ini bisa mulai terlihat bahkan pada hari pertama demam.
Mendeteksi penurunan ini secara dini, melalui pemeriksaan darah lengkap atau uji antigen NS1, sangat penting. Selain memperkuat diagnosis, hal ini juga memungkinkan pemantauan secara intensif untuk mencegah komplikasi seperti kebocoran plasma atau syok dengue.
Pertolongan Pertama DBD pada Anak di Rumah: Tindakan Cepat untuk Cegah Komplikasi
Saat anak mulai menunjukkan tanda-tanda awal Demam Berdarah Dengue (DBD), langkah cepat dan tepat di rumah dapat membantu mencegah kondisi memburuk sebelum mendapatkan penanganan medis lebih lanjut. Fokus utamanya adalah mengelola gejala dan mencegah komplikasi, terutama dehidrasi dan risiko perdarahan.
1. Cegah Dehidrasi dengan Asupan Cairan yang Cukup
Hidrasi optimal sangat penting dalam mencegah dehidrasi akibat kebocoran plasma dan penurunan trombosit—dua komplikasi awal pada DBD. Anak yang demam selama lebih dari tiga hari perlu diberikan cairan dalam jumlah cukup, seperti:
- Air putih
- Oralit
- Jus buah alami
- Cairan elektrolit
Menurut Aisyaroh & Sutrisminah (2023), hidrasi sejak dini adalah kunci untuk mencegah perkembangan ke fase kritis atau bahkan syok. Cairan membantu menjaga volume darah tetap stabil dan memperbaiki sirkulasi tubuh anak.
2. Atasi Demam dan Nyeri dengan Obat yang Aman
Untuk menurunkan panas dan mengurangi nyeri, parasetamol (acetaminophen) merupakan pilihan yang tepat. Berdasarkan studi oleh Meriska dkk. (2019) di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie, penggunaan parasetamol pada anak-anak dengan DBD terbukti efektif dan aman, dengan tingkat kepatuhan lebih dari 93%.
Penting untuk menghindari aspirin dan ibuprofen, karena obat-obatan ini dapat meningkatkan risiko perdarahan akibat gangguan pada fungsi trombosit. WHO juga merekomendasikan penggunaan parasetamol bersama dengan cairan kristaloid untuk fase awal DBD (Tayal et al., 2022).
3. Istirahat Total untuk Mempercepat Pemulihan
Istirahat total (bed rest) sangat disarankan selama fase demam hingga awal fase kritis. Istirahat dapat:
- Mengurangi beban kerja jantung
- Menstabilkan peredaran darah
- Mempercepat proses penyembuhan
Rekomendasi ini didukung oleh Aisyaroh & Sutrisminah (2023) sebagai bagian dari edukasi keluarga dalam merawat anak dengan DBD. Panduan WHO juga menekankan pentingnya istirahat dalam mendukung proses pemulihan, terutama pada fase awal penyakit.
Cara Agar Terhindar dari Sakit DBD
Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah upaya kolektif yang melibatkan peran aktif masyarakat dan pemerintah. Berbagai strategi telah terbukti efektif dalam mengurangi risiko penularan virus dengue.
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui penerapan 3M Plus
Perilaku 3M Plus—yaitu menguras, menutup, dan mengubur wadah penampungan air—terbukti sangat efektif menurunkan kejadian DBD. Menurut penelitian Agung Sutriyawan (2021) dalam Journal of Nursing and Public Health, perilaku 3M Plus terbukti sangat efektif menurunkan kejadian DBD.
Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa tindakan menguras mampu menurunkan risiko DBD dengan OR = 3,877 (CI 1,711–8,783), menutup OR = 2,440 (1,090–5,465). Tindakan menggunakan obat nyamuk, menyimpan pakaian bekas dalam wadah tertutup, pemasangan kawat kasa, dan penaburan larvasida juga terbukti meningkatkan pencegahan secara signifikan.
Edukasi dan Deteksi Dini dengan Ovitrap
Pendekatan edukasi masyarakat dan pengukuran indeks ovitrap nyamuk Aedes aegypti memungkinkan deteksi dini wilayah risiko tinggi DBD. Melansir dari Gina Khairinisa dkk. (2025) dalam Jurnal Inovasi dan Pemberdayaan Masyarakat Laboratorium Kesehatan, pendekatan edukasi masyarakat dan pengukuran indeks ovitrap nyamuk Aedes aegypti memungkinkan deteksi dini wilayah risiko tinggi DBD.
Dengan pengetahuan masyarakat yang meningkat, aplikasi ovitrap sebagai alat deteksi jentik nyamuk memberi manfaat signifikan mengurangi vektor sebelum berkembang luas.
Edukasi Promosi Kesehatan Komunitas
Program pemberdayaan masyarakat melalui penyuluhan dan promosi kesehatan berhasil meningkatkan kesadaran warga tentang pentingnya tindakan preventif DBD. Berdasarkan temuan di Jurnal Abdimas (2024), program pemberdayaan masyarakat melalui penyuluhan dan promosi kesehatan di Kelurahan Karang Tengah, Kota Tangerang, berhasil meningkatkan kesadaran warga.
Bentuk intervensi seperti pelatihan penggunaan alat pengusir nyamuk, pembersihan lingkungan dan pengelolaan sampah efektif menurunkan potensi perkembangan nyamuk vektor penyebab DBD.