
Sophrology – Tidak semua jenis rokok memicu kanker paru-paru di lokasi yang sama. Menurut dr. Sita Laksmi Andarini, Ph.D, SpP(K), Dokter Spesialis Paru Subspesialis Onkologi Toraks dari MRCCC Siloam Hospitals, perbedaan ini dipengaruhi oleh karakteristik asap dan partikel yang dihasilkan dari tiap jenis rokok.
“Rokok kretek menghasilkan asap yang lebih berat dan kasar. Partikel tersebut cenderung menempel di saluran napas besar, seperti bronkus, dan berpotensi memicu kanker jenis karsinoma sel skuamosa,” jelas dr. Sita dalam sebuah wawancara dengan media baru-baru ini.
Kanker sel skuamosa biasanya berkembang di bagian tengah paru-paru dan sering ditemukan pada perokok berat karena paparan terus-menerus terhadap partikel kasar dari asap rokok kretek.
Berbeda halnya dengan rokok filter yang sering diasumsikan lebih “ringan”. Justru, asap dari rokok jenis ini mengandung partikel halus yang mampu menembus lebih dalam ke jaringan paru-paru hingga ke bagian tepi (perifer).
“Hal ini meningkatkan risiko terjadinya adenokarsinoma, yakni jenis kanker paru yang tumbuh di bagian pinggir paru. Menariknya, jenis kanker ini kini makin sering ditemukan, bahkan pada perokok ringan,” tambah dr. Sita.
Penemuan ini menegaskan bahwa baik rokok kretek maupun rokok filter memiliki risiko masing-masing terhadap jenis kanker paru, dan keduanya sama-sama berbahaya bagi kesehatan.
Vape dan Shisha Tidak Lebih Aman, Kandungan Nikotin Justru Bisa Lebih Tinggi

dr. Sita Laksmi Andarini, Ph.D, SpP(K), juga mengingatkan masyarakat akan bahaya rokok alternatif seperti vape dan shisha yang kini semakin digemari, terutama oleh kalangan muda. Meski kerap dianggap sebagai pilihan yang lebih “aman”, kenyataannya kandungan nikotin dalam produk tersebut bisa jauh lebih tinggi dibanding rokok konvensional.
“Beberapa jenis vape justru memiliki kadar nikotin yang lebih tinggi dari rokok biasa. Bahkan, dalam penelitian kami, pengguna shisha menunjukkan kadar nikotin dalam urine yang bisa mencapai 50 kali lebih tinggi dibanding perokok konvensional,” jelas dr. Sita.
Nikotin yang dihirup dari rokok, vape, maupun shisha akan langsung berikatan dengan reseptor di otak dan memicu pelepasan dopamin, zat kimia yang memberikan rasa senang atau euforia sesaat. Namun, efek ini juga menjadi penyebab utama timbulnya ketergantungan.
“Inilah alasan mengapa berhenti merokok, baik rokok konvensional maupun alternatif, bisa sangat sulit. Ketergantungan nikotin bekerja secara kimiawi di otak, bukan hanya soal kebiasaan,” tambahnya.
dr. Sita pun menegaskan bahwa semua bentuk konsumsi nikotin memiliki risiko kesehatan yang serius, dan upaya pencegahan harus dimulai sejak dini, termasuk edukasi yang tepat bagi generasi muda.