
Sophrology – Tekanan darah tinggi atau hipertensi ternyata tidak hanya menyerang orang dewasa. Anak-anak, bahkan bayi, juga bisa mengalami kondisi ini, terutama jika memiliki faktor risiko tertentu.
Menurut dr. Reza Pahlevi, Sp.A(K), dokter spesialis anak dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, hipertensi pada anak terbagi menjadi dua jenis utama: primer dan sekunder.
“Hipertensi primer biasanya tidak disebabkan oleh kelainan organ yang spesifik. Umumnya berkaitan dengan faktor genetik atau gaya hidup, seperti obesitas,” ujar dr. Reza dalam sebuah talkshow Anugerahslot yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan RI, Selasa (17/6).
Sementara itu, hipertensi sekunder merupakan kondisi yang muncul akibat penyakit lain, seperti gangguan pada ginjal, jantung, atau ketidakseimbangan hormon.
Karena seringkali tidak menunjukkan gejala pada tahap awal, hipertensi pada anak perlu dikenali dan ditangani sejak dini, terutama bagi mereka yang memiliki risiko lebih tinggi. Pemeriksaan rutin tekanan darah, terutama pada anak dengan riwayat keluarga hipertensi atau obesitas, menjadi langkah penting dalam mencegah komplikasi jangka panjang.
Waspadai Hipertensi pada Anak: Kenali Perbedaan Hipertensi Primer dan Sekunder

Meski identik dengan orang dewasa, hipertensi atau tekanan darah tinggi juga bisa dialami oleh anak-anak. Kondisi ini terbagi menjadi dua jenis utama, yaitu hipertensi primer dan sekunder, yang memiliki perbedaan mendasar dalam penyebab dan usia kemunculannya.
Hipertensi Primer: Umumnya Terjadi pada Remaja
Hipertensi primer biasanya muncul pada anak usia 13 tahun ke atas. Jenis ini tidak disebabkan oleh penyakit tertentu, melainkan berkaitan dengan pola hidup tidak sehat dan faktor keturunan.
“Anak yang mengalami obesitas atau memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi memiliki risiko lebih tinggi mengalami tekanan darah tinggi,” jelas dr. Reza Pahlevi, Sp.A(K), spesialis anak dari RS Cipto Mangunkusumo.
Gaya hidup modern yang minim aktivitas fisik, konsumsi makanan tinggi garam dan lemak, serta kebiasaan tidur yang kurang menjadi pemicu utama hipertensi primer. Oleh karena itu, penting untuk membiasakan anak menjalani pola hidup aktif dan mengonsumsi makanan bergizi sejak dini.
Hipertensi Sekunder: Lebih Sering Terjadi pada Anak di Bawah Usia 13 Tahun
Berbeda dengan hipertensi primer, hipertensi sekunder umumnya ditemukan pada anak-anak yang lebih muda, termasuk bayi dan balita. Penyebabnya berasal dari gangguan medis tertentu.
“Penyakit ginjal, kelainan jantung bawaan, dan gangguan hormon seperti hipertiroid adalah penyebab tersering hipertensi sekunder,” ungkap dr. Reza.
Selain itu, bayi prematur atau yang lahir dengan berat badan rendah juga lebih rentan terhadap hipertensi di kemudian hari. Hal ini biasanya berkaitan dengan perkembangan ginjal yang belum sempurna saat lahir.
Karena hipertensi pada anak sering kali merupakan gejala dari penyakit yang mendasari, pemeriksaan dan diagnosis yang akurat menjadi sangat penting.
“Pengobatan tidak cukup hanya menurunkan tekanan darah. Kita harus mencari tahu apa penyebab dasarnya, dan itulah yang perlu ditangani,” tegas dr. Reza.
Batas Tekanan Darah Normal pada Anak Berbeda dengan Orang Dewasa
Berbeda dengan orang dewasa yang memiliki ambang batas tekanan darah yang cukup jelas—misalnya 120/80 mmHg—penilaian tekanan darah pada anak jauh lebih kompleks. Standar tekanan darah anak dipengaruhi oleh tiga faktor utama: usia, jenis kelamin, dan tinggi badan.
Untuk remaja berusia 13 tahun ke atas, acuan tekanan darah mulai mendekati standar orang dewasa. Nilai normalnya adalah di bawah 120/80 mmHg, sedangkan tekanan darah dinyatakan tinggi jika mencapai 130/80 mmHg atau lebih.
Namun, bagi anak-anak di bawah usia 13 tahun, pendekatan yang digunakan berbeda. Dokter menggunakan kurva persentil tekanan darah untuk menentukan apakah tekanan darah anak tergolong normal atau tinggi.
“Seorang anak dinyatakan mengalami hipertensi jika tekanan darahnya berada di atas persentil ke-95 berdasarkan usia, jenis kelamin, dan tinggi badannya,” jelas dr. Reza Pahlevi, Sp.A(K).
Karena perhitungannya tidak sederhana, para dokter biasanya merujuk pada tabel atau grafik khusus yang sudah dikembangkan berdasarkan data populasi anak-anak. Kini, versi-versi grafik tersebut sudah tersedia secara daring dan mudah diakses.
“Bahkan sudah banyak tersedia versi yang lebih praktis, yang bisa diunduh langsung dari internet,” tambah dr. Reza.
Pemahaman tentang standar tekanan darah yang tepat sangat penting agar deteksi dini hipertensi pada anak dapat dilakukan dengan akurat dan penanganannya menjadi lebih efektif.
Perlukah Anak Diperiksa Tekanan Darahnya? Ini Penjelasannya

Jawabannya: ya, sangat perlu. Pemeriksaan tekanan darah sebaiknya mulai dilakukan secara rutin sejak dini, terutama pada anak-anak yang memiliki faktor risiko tertentu.
Beberapa kondisi yang membuat anak perlu lebih sering diperiksa tekanan darahnya antara lain:
- Riwayat lahir prematur atau memiliki berat badan lahir rendah
- Riwayat keluarga dengan tekanan darah tinggi (hipertensi)
- Obesitas atau berat badan berlebih
- Mengidap penyakit ginjal, kelainan jantung, atau gangguan hormon
Deteksi dini sangat penting, karena hipertensi pada anak sering kali tidak menunjukkan gejala yang jelas. Jika tekanan darah tinggi diketahui lebih awal, penanganan dapat segera dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih serius di kemudian hari—baik pada jantung, ginjal, maupun pembuluh darah.
Maka dari itu, bagi orang tua, penting untuk menjadikan pemeriksaan tekanan darah sebagai bagian dari pemantauan rutin kesehatan anak, khususnya bagi mereka yang masuk dalam kelompok risiko.
Pentingnya Menanamkan Gaya Hidup Sehat Sejak Usia Dini
Meski sebagian besar kasus hipertensi pada anak bersifat sekunder—berasal dari penyakit lain—dr. Reza Pahlevi, Sp.A(K), menegaskan bahwa gaya hidup sehat tetap menjadi langkah utama dalam pencegahan, terutama untuk hipertensi primer yang kini semakin sering ditemukan pada remaja.
Untuk membangun kebiasaan hidup sehat sejak kecil, orang tua bisa mulai dengan hal-hal sederhana berikut:
- Biasakan anak mengonsumsi makanan rendah garam dan kaya serat, seperti buah, sayuran, dan biji-bijian
- Kurangi konsumsi makanan olahan, makanan cepat saji, serta minuman manis
- Jaga berat badan anak tetap ideal sesuai usianya
- Dorong anak untuk aktif bergerak setidaknya 60 menit setiap hari, baik melalui olahraga maupun bermain fisik
- Atur pola tidur yang cukup dan berkualitas, serta batasi penggunaan gawai berlebihan, terutama menjelang tidur
Langkah-langkah kecil ini, jika dilakukan secara konsisten, akan memberikan dampak besar terhadap kesehatan jangka panjang anak. Selain mencegah hipertensi, gaya hidup sehat juga membantu anak tumbuh optimal secara fisik dan mental.