
Sophrology – Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) seringkali berlangsung tanpa disadari penderitanya. Banyak orang tidak mengalami gejala berarti selama bertahun-tahun, sehingga tidak menyadari bahwa mereka telah terinfeksi.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr. Ahmad Akbar, Sp.PD, menjelaskan kepada Anugerahslot health bahwa gejala awal HIV biasanya muncul dalam waktu 2 hingga 4 minggu setelah seseorang terinfeksi. Masa ini dikenal sebagai fase akut atau prodromal syndrome, di mana gejalanya mirip seperti flu ringan.
“Pada tahap awal, biasanya gejalanya seperti pegal-pegal, demam ringan hingga tinggi yang tidak diketahui penyebabnya, diare, atau pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati) yang terjadi di banyak tempat dan berlangsung terus-menerus. Bila ada gejala seperti itu, sebaiknya segera lakukan pemeriksaan,” ujar dr. Akbar dalam talkshow bersama Kementerian Kesehatan, dikutip Kamis (19/6).
Karena gejalanya ringan dan bisa menghilang dengan sendirinya, banyak orang mengabaikannya. Padahal, meskipun gejala mereda, virus HIV tetap berkembang aktif di dalam tubuh.
Dari HIV Menuju AIDS: Proses yang Bertahap dan Lama
Perjalanan infeksi HIV menuju tahap akhir, yaitu AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), bukanlah proses yang cepat. Transisi ini dapat memakan waktu antara 3 hingga 10 tahun, tergantung pada kondisi daya tahan tubuh, tingkat perkembangan virus (viral load), dan bagaimana sistem imun seseorang merespons infeksi.
“Butuh waktu tahunan bagi HIV untuk berkembang menjadi AIDS. Bahkan bisa sampai 10 tahun tanpa menunjukkan gejala apa pun. Semua tergantung pada seberapa kuat sistem imun pasien, seberapa cepat virus berkembang biak, dan seberapa rendah kadar CD4-nya,” jelas dr. Akbar.
AIDS merupakan fase akhir infeksi HIV yang ditandai dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh secara drastis. Pada tahap ini, penderita sangat rentan terhadap penyakit-penyakit oportunistik seperti tuberkulosis (TBC), pneumonia, atau infeksi berat lainnya yang mudah menyerang tubuh yang sudah tidak mampu bertahan.
Dengan mengenali gejala awal dan memahami tahapan infeksinya, masyarakat diharapkan lebih waspada terhadap HIV dan pentingnya deteksi dini melalui pemeriksaan medis yang tepat.
Kapan Waktu Tepat Tes HIV Setelah Aktivitas Berisiko? Ini Penjelasan dr. Akbar
Banyak orang masih merasa bingung kapan sebaiknya melakukan tes HIV, terutama setelah terlibat dalam aktivitas berisiko seperti hubungan seksual tanpa pengaman. Menanggapi hal ini, dr. Ahmad Akbar, Sp.PD, memberikan penjelasan penting seputar waktu ideal untuk melakukan pemeriksaan HIV.
Menurut dr. Akbar, tes HIV yang dilakukan terlalu dini—misalnya hanya beberapa hari setelah paparan—tidak bisa langsung menunjukkan hasil yang akurat. Hal ini karena tubuh membutuhkan waktu untuk membentuk antibodi terhadap virus.
“Kadang ada yang baru dua hari setelah hubungan berisiko langsung periksa, dan ketika hasilnya negatif, mereka merasa sudah aman,” jelasnya.
Padahal, antibodi HIV baru mulai bisa terdeteksi secara akurat setelah melewati masa inkubasi virus, yaitu sekitar 2 hingga 4 minggu setelah paparan. Oleh karena itu, tes yang dilakukan terlalu cepat berisiko menghasilkan negatif palsu, yaitu hasil negatif meski sebenarnya sudah terinfeksi.
Untuk hasil yang lebih dapat diandalkan, disarankan untuk melakukan tes ulang setidaknya setelah 4 minggu. Jika hasil masih negatif namun rasa khawatir tetap ada, sebaiknya lakukan tes ulang kembali pada bulan ketiga pasca paparan untuk memastikan hasil yang valid.
Dengan pemahaman ini, masyarakat diharapkan lebih bijak dan waspada, serta tidak langsung merasa aman dari HIV hanya karena tes awal menunjukkan hasil negatif. Deteksi dini dan pemantauan berkala tetap menjadi langkah penting untuk menjaga kesehatan diri dan orang lain.
HIV Tak Terdeteksi Bisa Picu Gejala Berat, Ini Penjelasan dr. Akbar

Infeksi HIV yang tidak segera terdeteksi dan ditangani berisiko menimbulkan gejala yang semakin parah seiring waktu. Menurut dr. Ahmad Akbar, Sp.PD, gejala pada fase lanjut biasanya lebih berat dan bisa sangat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Beberapa tanda yang umum muncul di tahap ini antara lain demam tinggi hingga 40 derajat Celsius tanpa sebab yang jelas, pembesaran kelenjar getah bening di area leher, ketiak, atau selangkangan, serta infeksi yang sering kambuh.
“Kalau sudah parah, biasanya fisiknya mulai kelihatan. Misalnya, badan tampak kurus, muncul bintik-bintik di kulit, sering sariawan, atau terlihat seperti kekurangan nutrisi,” ungkap dr. Akbar.
Gejala seperti ini muncul karena virus HIV berkembang bebas dalam tubuh tanpa kendali, umumnya akibat pasien tidak menjalani terapi ARV (antiretroviral) secara rutin atau sama sekali tidak diobati.
Sebaliknya, jika pasien rutin menjalani pengobatan dan virus HIV berhasil dikendalikan, maka tubuh akan tetap sehat seperti biasa. “Kalau sudah terkontrol, dia akan seperti orang biasa saja. Bahkan, orang lain tidak akan tahu kalau dia pengidap HIV,” lanjutnya.
Inilah sebabnya, deteksi dini menjadi sangat krusial. Semakin cepat infeksi diketahui dan ditangani dengan pengobatan yang tepat, semakin besar peluang bagi pasien untuk hidup sehat dan produktif seperti orang tanpa HIV.