
Sophrology – Aritmia merupakan kondisi medis yang ditandai oleh gangguan irama detak jantung, baik berupa detak yang terlalu cepat, terlalu lambat, maupun tidak teratur. Gangguan ini berdampak pada distribusi darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh, sehingga dapat menimbulkan berbagai keluhan dan komplikasi.
Salah satu pendekatan awal dalam penanganan aritmia adalah melalui pemberian obat-obatan. Namun, jika terapi obat tidak memberikan hasil yang efektif, prosedur ablasi jantung menjadi alternatif berikutnya.
Menurut dr. Dony Yugo Hermanto, SpJP(K) kepada Anugerahslot health, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dengan subspesialisasi aritmia dari RS Pondok Indah – Pondok Indah, ablasi jantung merupakan prosedur minimal invasif yang digunakan untuk mengatasi aritmia, khususnya yang berkaitan dengan irama jantung yang terlalu cepat. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh adanya jaringan otot jantung abnormal yang menghasilkan sinyal listrik tidak semestinya.
“Ablasi bertujuan untuk menghancurkan jaringan abnormal penyebab aritmia dengan menggunakan energi panas (radiofrekuensi), dingin (cryo), atau gelombang listrik (pulsed wave). Dengan demikian, sinyal listrik jantung yang semula terganggu dapat kembali normal dan detak jantung pun menjadi stabil,” jelas dr. Dony.
Kapan Ablasi Jantung Diperlukan dan Siapa yang Tidak Dianjurkan Menjalani Prosedur Ini?

Selain untuk pasien aritmia yang tidak memberikan respons baik terhadap terapi obat-obatan, ablasi jantung juga dianjurkan pada kondisi-kondisi tertentu lainnya. dr. Dony Yugo Hermanto, SpJP(K), spesialis jantung dan pembuluh darah subspesialis aritmia dari RS Pondok Indah – Pondok Indah, menjelaskan bahwa ablasi bisa menjadi pilihan utama jika:
- Pasien aritmia mengalami efek samping serius saat mengonsumsi obat antiaritmia.
- Pasien menderita jenis aritmia yang terbukti merespons baik terhadap prosedur ablasi, seperti atrial fibrilasi, atrial flutter, supraventrikular takikardi, atau ventrikular takikardia.
- Pasien memiliki risiko komplikasi berat akibat aritmia, termasuk pingsan berulang atau bahkan kematian mendadak.
Namun, tidak semua orang dengan aritmia dapat menjalani prosedur ini. Ada sejumlah kondisi medis yang justru membuat tindakan ablasi jantung berisiko lebih besar dibanding manfaatnya. Ablasi sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan kondisi berikut:
- Gangguan perdarahan atau kelainan sistem pembekuan darah.
- Kelainan pada pembuluh darah yang menghambat akses kateter ke jantung, seperti trombosis vena dalam, penyakit arteri perifer, atau diseksi aorta.
- Sedang mengalami infeksi aktif.
- Alergi atau sensitivitas terhadap obat pengencer darah yang diperlukan selama dan sesudah prosedur.
- Memiliki katup jantung buatan atau sintetis.
- Teridentifikasi adanya gumpalan darah di dalam jantung.
- Sedang hamil atau menjalani program kehamilan.
Dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko secara menyeluruh, dokter akan menentukan apakah prosedur ablasi jantung merupakan pilihan yang tepat bagi pasien.
Persiapan Menjalani Ablasi Jantung
Jika pasien termasuk dalam kategori yang dapat menjalani prosedur ablasi jantung, dokter akan memberikan serangkaian instruksi sebagai bagian dari persiapan. Petunjuk ini mencakup larangan aktivitas tertentu, penyesuaian pola makan, jenis makanan yang harus dihindari, serta penggunaan obat-obatan yang perlu dihentikan atau tetap dikonsumsi sebelum prosedur berlangsung.
Setelah jadwal ablasi ditentukan, pasien umumnya akan diminta untuk menjalani rawat inap di rumah sakit. Selama masa perawatan ini, kehadiran anggota keluarga atau kerabat sangat dianjurkan guna memberikan dukungan serta membantu dalam proses pemulihan pasca tindakan.
Bagaimana Prosedur Ablasi Jantung Dilakukan?

Ablasi jantung merupakan prosedur medis yang dilakukan di rumah sakit oleh dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, biasanya di dalam ruang khusus yang disebut cath lab (catheterization laboratory). Prosedur ini berlangsung sekitar 2 hingga 4 jam, tergantung kompleksitas kasus. Selama tindakan, pasien umumnya tetap dalam keadaan sadar, meskipun dalam situasi tertentu dapat diberikan anestesi umum.
“Meski pasien sadar, akan diberikan bius lokal serta obat penenang untuk mengurangi rasa nyeri dan kecemasan selama proses ablasi berlangsung,” jelas dr. Dony Yugo Hermanto, SpJP(K).
Langkah-langkah Prosedur Ablasi Jantung:
- Pemberian anestesi: Setelah anestesi lokal bekerja, dokter akan mencari akses masuk ke pembuluh darah besar, misalnya dengan memasang infus atau kateter di area seperti selangkangan atau lengan.
- Pemasangan kateter: Dokter kemudian memasukkan beberapa kabel kecil yang memiliki elektroda di ujungnya melalui kateter untuk mendeteksi lokasi jaringan jantung yang memicu gangguan irama.
- Identifikasi sumber aritmia: Elektroda akan mengirimkan data aktivitas listrik jantung, sehingga dokter dapat menentukan lokasi pasti jaringan abnormal penyebab aritmia.
- Ablasi jaringan abnormal: Setelah lokasi ditemukan, kateter akan diarahkan ke titik tersebut. Dokter kemudian mengirimkan energi ringan—berupa panas (radiofrekuensi), dingin (cryo), atau gelombang listrik—untuk menghancurkan jaringan abnormal.
- Pemulihan irama jantung: Proses ini menciptakan jaringan parut yang berfungsi memblokir sinyal listrik abnormal, sehingga irama jantung dapat kembali normal.
- Penyelesaian prosedur: Setelah titik penyebab aritmia berhasil ditangani, semua kateter dan selang akan dikeluarkan, lalu lokasi masuknya kateter ditutup menggunakan perban.