
Sophrology – Fenomena meningkatnya kasus usus buntu atau apendisitis di kalangan anak muda, khususnya generasi Z, menjadi perhatian tenaga kesehatan dalam beberapa tahun terakhir.
Dokter Spesialis Bedah Umum RS EMC Cikarang & Pulomas, dr. Meky Tanjung, menyebut remaja hingga dewasa muda adalah kelompok yang paling sering mengalami penyakit ini.
“Meski bisa menyerang siapa saja, data klinis menunjukkan remaja hingga dewasa muda mendominasi kasus. Faktor pemicu beragam, mulai dari pola makan, gaya hidup, hingga minimnya pengetahuan tentang gejala awal usus buntu,” ujarnya, dikutip dari laman resmi EMC, Kamis (14/8/2025).
Meky menekankan bahwa usus buntu jarang terjadi secara tiba-tiba. Dalam banyak kasus, terdapat tanda-tanda awal yang bisa dikenali. Namun, rendahnya kesadaran dan edukasi membuat penderita baru memeriksakan diri saat kondisinya sudah parah, sehingga meningkatkan risiko komplikasi.
Kasus Usus Buntu Meningkat di Kalangan Gen Z, Dokter Ingatkan Deteksi Dini dan Perhatikan Gaya Hidup

Fenomena meningkatnya kasus usus buntu atau apendisitis di kalangan anak muda, khususnya generasi Z, menjadi perhatian tenaga kesehatan dalam beberapa tahun terakhir.
Dokter Spesialis Bedah Umum RS EMC Cikarang & Pulomas, dr. Meky Tanjung, menyebut remaja hingga dewasa muda adalah kelompok yang paling sering mengalami penyakit ini.
“Meski bisa menyerang siapa saja, data klinis menunjukkan remaja hingga dewasa muda mendominasi kasus. Faktor pemicu beragam, mulai dari pola makan, gaya hidup, hingga minimnya pengetahuan tentang gejala awal usus buntu,” ujarnya, dikutip dari laman resmi EMC, Kamis (14/8/2025).
Menurut Meky kepada Anugerahslot health, ada beberapa kebiasaan yang dapat meningkatkan risiko usus buntu pada anak muda:
- Pola makan rendah serat – Gaya hidup modern membuat anak muda lebih sering mengonsumsi makanan cepat saji, gorengan, minuman manis, dan makanan olahan. Rendahnya asupan serat memicu sembelit yang berisiko menyumbat saluran usus buntu.
- Kebiasaan menunda buang air besar – Aktivitas padat dan penggunaan gawai sering membuat orang menunda buang air besar, menyebabkan pengerasan tinja dan potensi penyumbatan usus buntu.
- Kurang gerak – Gaya hidup sedentari atau minim aktivitas fisik dapat menghambat peristaltik usus, meningkatkan risiko sembelit.
- Kurang minum – Dehidrasi ringan yang sering diabaikan membuat proses pencernaan tidak optimal dan tinja menjadi lebih keras.
Meky menekankan bahwa usus buntu jarang muncul secara mendadak. Dalam banyak kasus, terdapat tanda-tanda awal yang bisa dikenali. Sayangnya, rendahnya kesadaran membuat penderita baru memeriksakan diri saat kondisinya sudah parah, sehingga meningkatkan risiko komplikasi.
Kasus Usus Buntu Meningkat di Kalangan Gen Z, Dokter Ingatkan Deteksi Dini dan Perhatikan Gaya Hidup

Fenomena meningkatnya kasus usus buntu atau apendisitis di kalangan anak muda, khususnya generasi Z, menjadi perhatian tenaga kesehatan dalam beberapa tahun terakhir.
Dokter Spesialis Bedah Umum RS EMC Cikarang & Pulomas, dr. Meky Tanjung, menyebut remaja hingga dewasa muda adalah kelompok yang paling sering mengalami penyakit ini.
“Meski bisa menyerang siapa saja, data klinis menunjukkan remaja hingga dewasa muda mendominasi kasus. Faktor pemicu beragam, mulai dari pola makan, gaya hidup, hingga minimnya pengetahuan tentang gejala awal usus buntu,” ujarnya, dikutip dari laman resmi EMC, Kamis (14/8/2025).
Menurut Meky, ada beberapa kebiasaan yang dapat meningkatkan risiko usus buntu pada anak muda:
- Pola makan rendah serat – Gaya hidup modern membuat anak muda lebih sering mengonsumsi makanan cepat saji, gorengan, minuman manis, dan makanan olahan. Rendahnya asupan serat memicu sembelit yang berisiko menyumbat saluran usus buntu.
- Kebiasaan menunda buang air besar – Aktivitas padat dan penggunaan gawai sering membuat orang menunda buang air besar, menyebabkan pengerasan tinja dan potensi penyumbatan usus buntu.
- Kurang gerak – Gaya hidup sedentari atau minim aktivitas fisik dapat menghambat peristaltik usus, meningkatkan risiko sembelit.
- Kurang minum – Dehidrasi ringan yang sering diabaikan membuat proses pencernaan tidak optimal dan tinja menjadi lebih keras.
Meky menegaskan, mengenali gejala awal apendisitis sangat penting untuk mencegah komplikasi. Beberapa gejala yang umum antara lain:
- Nyeri perut yang awalnya terasa di sekitar pusar, lalu berpindah ke kanan bawah perut.
- Nyeri yang bertambah parah saat bergerak, batuk, atau berjalan.
- Mual dan muntah.
- Hilang nafsu makan.
- Demam ringan.
- Perut kembung atau sulit buang gas.
- Diare atau sembelit.
“Jika gejala tersebut muncul, sebaiknya segera periksa ke fasilitas kesehatan. Menunda pemeriksaan dapat berakibat fatal,” tegas Meky.
Kasus Usus Buntu Meningkat di Kalangan Gen Z, Dokter Ingatkan Deteksi Dini dan Perbaiki Gaya Hidup
Fenomena meningkatnya kasus usus buntu atau apendisitis di kalangan anak muda, khususnya generasi Z, menjadi perhatian tenaga kesehatan dalam beberapa tahun terakhir.
Dokter Spesialis Bedah Umum RS EMC Cikarang & Pulomas, dr. Meky Tanjung, menyebut remaja hingga dewasa muda adalah kelompok yang paling sering mengalami penyakit ini.
“Meski bisa menyerang siapa saja, data klinis menunjukkan remaja hingga dewasa muda mendominasi kasus. Faktor pemicu beragam, mulai dari pola makan, gaya hidup, hingga minimnya pengetahuan tentang gejala awal usus buntu,” ujarnya, dikutip dari laman resmi EMC, Kamis (14/8/2025).
Menurut Meky, ada beberapa kebiasaan yang dapat meningkatkan risiko usus buntu pada anak muda:
- Pola makan rendah serat – Gaya hidup modern membuat anak muda lebih sering mengonsumsi makanan cepat saji, gorengan, minuman manis, dan makanan olahan. Rendahnya asupan serat memicu sembelit yang berisiko menyumbat saluran usus buntu.
- Kebiasaan menunda buang air besar – Aktivitas padat dan penggunaan gawai sering membuat orang menunda buang air besar, menyebabkan pengerasan tinja dan potensi penyumbatan usus buntu.
- Kurang gerak – Gaya hidup sedentari atau minim aktivitas fisik dapat menghambat peristaltik usus, meningkatkan risiko sembelit.
- Kurang minum – Dehidrasi ringan yang sering diabaikan membuat proses pencernaan tidak optimal dan tinja menjadi lebih keras.
Gejala Awal yang Perlu Diwaspadai
Meky menegaskan, mengenali gejala awal apendisitis sangat penting untuk mencegah komplikasi. Beberapa gejala yang umum antara lain:
- Nyeri perut yang awalnya terasa di sekitar pusar, lalu berpindah ke kanan bawah perut.
- Nyeri yang bertambah parah saat bergerak, batuk, atau berjalan.
- Mual dan muntah.
- Hilang nafsu makan.
- Demam ringan.
- Perut kembung atau sulit buang gas.
- Diare atau sembelit.
“Jika gejala tersebut muncul, sebaiknya segera periksa ke fasilitas kesehatan. Menunda pemeriksaan dapat berakibat fatal,” tegas Meky.
Langkah Pencegahan
Meski tidak semua kasus apendisitis bisa dicegah, ada beberapa langkah yang dapat menurunkan risikonya, yakni:
- Perbanyak konsumsi serat – Makan buah, sayur, kacang-kacangan, dan biji-bijian setiap hari membantu melancarkan pencernaan dan mencegah sembelit.
- Minum cukup air putih – Setidaknya 8 gelas per hari untuk menjaga kelembapan tinja dan mempermudah proses buang air besar.
- Hindari kebiasaan menahan BAB – Segera ke toilet saat tubuh memberi sinyal ingin buang air besar.
- Aktif bergerak – Lakukan olahraga ringan seperti berjalan kaki, bersepeda, atau senam minimal 30 menit setiap hari.
- Kurangi makanan olahan dan cepat saji – Pilih makanan segar dan minim pengawet untuk menjaga kesehatan usus.
Kasus Usus Buntu Meningkat di Kalangan Gen Z, Dokter Ingatkan Deteksi Dini dan Gaya Hidup Sehat

Fenomena meningkatnya kasus usus buntu atau apendisitis di kalangan anak muda, khususnya generasi Z, menjadi perhatian tenaga kesehatan dalam beberapa tahun terakhir.
Dokter Spesialis Bedah Umum RS EMC Cikarang & Pulomas, dr. Meky Tanjung, menyebut remaja hingga dewasa muda adalah kelompok yang paling sering mengalami penyakit ini.
“Meski bisa menyerang siapa saja, data klinis menunjukkan remaja hingga dewasa muda mendominasi kasus. Faktor pemicu beragam, mulai dari pola makan, gaya hidup, hingga minimnya pengetahuan tentang gejala awal usus buntu,” ujarnya, dikutip dari laman resmi EMC, Kamis (14/8/2025).
Kebiasaan yang Meningkatkan Risiko Usus Buntu
Menurut Meky, beberapa faktor gaya hidup yang dapat memicu apendisitis antara lain:
- Pola makan rendah serat – Gaya hidup modern membuat anak muda lebih sering mengonsumsi makanan cepat saji, gorengan, minuman manis, dan makanan olahan. Rendahnya asupan serat memicu sembelit yang berisiko menyumbat saluran usus buntu.
- Kebiasaan menunda buang air besar – Aktivitas padat dan penggunaan gawai sering membuat orang menunda buang air besar, menyebabkan pengerasan tinja dan potensi penyumbatan usus buntu.
- Kurang gerak – Gaya hidup sedentari atau minim aktivitas fisik dapat menghambat peristaltik usus, meningkatkan risiko sembelit.
- Kurang minum – Dehidrasi ringan yang sering diabaikan membuat proses pencernaan tidak optimal dan tinja menjadi lebih keras.
Gejala Awal yang Perlu Diwaspadai
- Nyeri perut yang awalnya terasa di sekitar pusar, lalu berpindah ke kanan bawah perut.
- Nyeri yang bertambah parah saat bergerak, batuk, atau berjalan.
- Mual dan muntah.
- Hilang nafsu makan.
- Demam ringan.
- Perut kembung atau sulit buang gas.
- Diare atau sembelit.
“Jika gejala tersebut muncul, sebaiknya segera periksa ke fasilitas kesehatan. Menunda pemeriksaan dapat berakibat fatal,” tegas Meky.
Langkah Pencegahan
- Perbanyak konsumsi serat – Makan buah, sayur, kacang-kacangan, dan biji-bijian setiap hari untuk melancarkan pencernaan.
- Minum cukup air putih – Setidaknya 8 gelas per hari untuk menjaga kelembapan tinja.
- Hindari kebiasaan menahan BAB – Segera ke toilet saat tubuh memberi sinyal ingin buang air besar.
- Aktif bergerak – Lakukan olahraga ringan minimal 30 menit per hari.
- Kurangi makanan olahan dan cepat saji – Pilih makanan segar dan minim pengawet.
Penanganan Apendisitis
Jika diagnosis apendisitis sudah ditegakkan, dokter biasanya merekomendasikan operasi pengangkatan usus buntu (apendektomi).
- Operasi terbuka – Sayatan dibuat di perut kanan bawah untuk mengangkat usus buntu.
- Laparoskopi – Prosedur minimal invasif dengan beberapa sayatan kecil menggunakan kamera dan alat khusus.
Usus buntu adalah organ kecil berbentuk tabung yang menempel pada usus besar di bagian kanan bawah perut. Meskipun fungsinya belum sepenuhnya dipahami, organ ini memiliki jaringan limfoid yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh, terutama pada anak-anak.
Apendisitis terjadi ketika usus buntu mengalami peradangan, biasanya akibat penyumbatan oleh tinja keras (fekalit), pembengkakan jaringan, atau infeksi bakteri. Jika tidak ditangani, peradangan dapat menyebabkan usus buntu pecah, yang berbahaya karena dapat memicu infeksi menyeluruh pada rongga perut (peritonitis).
“Menjaga kesehatan usus bukan hanya soal menghindari penyakit, tapi juga tentang menciptakan kualitas hidup yang lebih baik. Jadi, mulai sekarang, mari biasakan pola hidup sehat agar terhindar dari usus buntu dan masalah pencernaan lainnya,” ajak Meky.