
Sophrology – Sesak napas biasanya dikaitkan dengan gangguan fisik seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atau pneumonia. Namun, tak jarang kondisi ini muncul tanpa adanya penyebab medis yang jelas. Jika hasil pemeriksaan kesehatan menunjukkan organ tubuh dalam kondisi baik, maka bisa jadi penyebabnya adalah gangguan psikosomatis.
Menurut dr. Riati Sri Hartini, MSc, SpKJ—psikiater sekaligus dosen di Fakultas Kedokteran IPB University—psikosomatis adalah kondisi di mana seseorang mengalami keluhan fisik yang terasa nyata, namun sebenarnya dipicu oleh faktor psikologis, bukan gangguan organ tubuh. Kondisi ini bisa memengaruhi berbagai bagian tubuh, dari kepala hingga kaki.
“Biasanya psikosomatis muncul akibat stres yang tidak tertangani, seperti tekanan dari pekerjaan, konflik dalam keluarga, atau tuntutan lingkungan yang tidak sesuai dengan kapasitas individu,” ujar dr. Riati dalam program Anugerahslot IPB Pedia yang tayang di kanal YouTube IPB TV, Jumat (18/7/2025), seperti dikutip dari laman resmi IPB University.
Gejala yang ditimbulkan gangguan psikosomatis bisa sangat beragam dan sering menyerupai penyakit fisik. Misalnya, seseorang yang mengalami kecemasan berlebih bisa merasakan jantung berdebar kencang, mual, nyeri dada, atau bahkan merasa dadanya sesak. Namun, saat dilakukan pemeriksaan medis seperti EKG (elektrokardiogram), hasilnya tidak menunjukkan adanya gangguan jantung.
Inilah yang membuat psikosomatis perlu mendapat perhatian serius. Meski keluhan fisiknya nyata, akar masalahnya sering kali tersembunyi di balik pikiran dan emosi. Oleh karena itu, pemahaman dan penanganan yang menyeluruh, termasuk pendekatan psikologis, sangat penting bagi mereka yang mengalami gejala-gejala serupa.
Bisa Muncul Akibat Depresi

Riati menambahkan, selain kecemasan, psikosomatis juga dapat muncul akibat depresi.
“Gejalanya bisa berupa kelelahan yang berat padahal tidak melakukan aktivitas fisik berlebihan, atau insomnia yang tidak disebabkan oleh faktor fisik seperti konsumsi kafein.”
Pada kasus depresi, insomnia biasanya terjadi di malam hari, saat seseorang bisa tidur namun terbangun dan tidak bisa kembali tidur. Sementara itu, insomnia akibat kecemasan umumnya terjadi di awal malam karena ketegangan dan rasa waspada yang berlebihan.
Tekan Risiko Psikosomatis
Lebih lanjut, Riati menyampaikan, untuk menekan risiko psikosomatis, pengelolaan stres dan pemenuhan kebutuhan fisik sangat penting.
“Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengelola emosi dengan baik. Manajemen stres yang efektif akan mencegah penumpukan emosi negatif,” katanya.
Ia juga menyarankan agar menjaga pola makan sehat dan gaya hidup teratur. Makanan bergizi, tidur cukup, dan olahraga rutin menjadi kegiatan utama dalam membentuk daya tahan fisik dan psikis yang optimal.
“Ketika tubuh dalam kondisi bugar, respons terhadap tekanan emosional menjadi lebih adaptif, sehingga risiko psikosomatis dapat diminimalkan,” ujar dia.
Namun, jika gejala psikosomatis berlangsung dalam jangka waktu lama dan mulai mengganggu aktivitas sehari-hari, Riati menganjurkan agar segera berkonsultasi dengan profesional kesehatan. Penanganan yang tepat dan terapi sesuai kondisi individu sangat diperlukan untuk mencegah dampak lebih lanjut.