
Sophrology – Gangguan Bipolar (GB) dan Skizofrenia merupakan dua kondisi kesehatan mental serius yang sering disalahartikan. Meski keduanya memengaruhi suasana hati, pikiran, dan perilaku, keduanya memiliki ciri khas dan mekanisme berbeda yang sangat penting untuk dipahami.
Pembedaan ini menjadi sangat penting terutama dalam proses diagnosis dan perawatan, terlebih pada anak-anak dan remaja. Pada kelompok usia ini, gejala bisa tampak samar atau mirip satu sama lain, sehingga rawan terjadi kesalahan diagnosis. Akibatnya, penanganan pun bisa terlambat dan berdampak negatif terhadap kualitas hidup penderita.
Apa Itu Skizofrenia?
Skizofrenia adalah gangguan mental kronis yang mengubah cara seseorang berpikir, merasakan, dan bertindak. Gejalanya bisa berupa delusi (keyakinan salah), halusinasi (terutama mendengar suara), serta gangguan berpikir dan emosi. Kondisi ini bukan sekadar “kepribadian ganda” seperti yang sering disalahartikan masyarakat awam.
Faktor risiko skizofrenia sangat kompleks dan melibatkan berbagai aspek:
- Genetik: Memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia meningkatkan risiko, meskipun tidak selalu menjadi penentu.
- Komplikasi Perinatal: Bayi yang mengalami kesulitan saat lahir, seperti kekurangan oksigen, lebih rentan mengalami gangguan ini.
- Kelainan Perkembangan Otak (Neurodevelopmental): Perbedaan pada struktur otak atau konektivitas saraf di masa pertumbuhan juga menjadi indikator penting.
- Lingkungan dan Stres: Trauma masa kecil, paparan zat berbahaya, serta stres berkepanjangan bisa memicu timbulnya gejala skizofrenia.
Mengapa Penting Memahami Perbedaannya dengan Gangguan Bipolar?
Gangguan Bipolar ditandai oleh perubahan suasana hati yang ekstrem, dari fase mania (sangat gembira, energik, bahkan impulsif) ke fase depresi berat. Berbeda dengan skizofrenia yang lebih menekankan pada gangguan persepsi dan realitas, bipolar lebih berfokus pada regulasi emosi.
Meskipun keduanya bisa disertai gejala psikotik seperti delusi atau halusinasi, asal-muasal dan konteksnya berbeda. Inilah yang membuat diagnosis profesional sangat penting agar tidak salah penanganan.
Dua Tantangan Kesehatan Mental yang Serius

Dua gangguan kesehatan mental yang sering disalahpahami karena gejalanya yang kompleks adalah Gangguan Bipolar dan Skizofrenia. Meski sama-sama serius, keduanya memiliki perbedaan mendasar yang penting untuk dikenali sejak dini.
Gangguan Bipolar ditandai oleh perubahan suasana hati yang ekstrem. Penderitanya mengalami episode mania, di mana suasana hati terasa sangat meningkat, penuh energi, mudah marah, dan sering kali mengambil keputusan impulsif. Di sisi lain, mereka juga mengalami episode depresi yang ditandai dengan perasaan sangat sedih, kehilangan minat terhadap hal-hal yang biasa disukai, hingga munculnya pikiran untuk mengakhiri hidup.
Sementara itu, Skizofrenia lebih berkaitan dengan gangguan pada cara berpikir, berpersepsi, dan memahami realitas. Gejalanya mencakup halusinasi (seperti mendengar suara yang tidak nyata), delusi (memercayai sesuatu yang salah dan tidak logis), serta bicara atau perilaku yang tampak tidak teratur. Selain itu, penderita skizofrenia juga bisa mengalami gejala negatif seperti kehilangan motivasi, kurangnya ekspresi emosional, atau menarik diri dari interaksi sosial.
Perbedaan mendasar ini menunjukkan pentingnya diagnosis yang akurat oleh tenaga profesional kesehatan jiwa. Mendiagnosis dengan tepat bukan hanya menentukan jenis gangguan, tetapi juga membuka jalan menuju penanganan dan pemulihan yang efektif bagi penderita.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang masing-masing gangguan, masyarakat bisa lebih tanggap terhadap gejala awal dan lebih siap memberikan dukungan yang dibutuhkan.
Bipolar dan Skizofrenia Kini Rentan Dialami Anak dan Remaja, Deteksi Dini Jadi Kunci
Gangguan Bipolar (GB) dan Skizofrenia bukan lagi penyakit yang hanya menyerang orang dewasa. Saat ini, kedua gangguan kesehatan mental tersebut mulai banyak ditemukan pada anak-anak dan remaja, memunculkan kekhawatiran baru di kalangan profesional kesehatan jiwa.
Menurut Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ, SubSp A.R. (K), MIMH, fenomena ini menandai perubahan besar dalam pola kemunculan gangguan mental. “Tantangan kesehatan mental seperti GB dan skizofrenia, yang dulunya dianggap hanya menyerang orang dewasa, kini juga memengaruhi anak-anak dan remaja dengan tingkat yang mengkhawatirkan,” ujarnya seperti dikutip dari ANTARA.
Masalahnya, gejala awal gangguan ini sering kali menyerupai perilaku khas masa remaja—seperti perubahan suasana hati, menarik diri dari lingkungan, atau sulit berkonsentrasi—sehingga kerap dianggap sebagai hal biasa. Hal ini membuat deteksi dini menjadi tantangan tersendiri.
Padahal, pengenalan gejala sejak awal sangat krusial. Dengan deteksi dini dan intervensi tepat waktu, potensi dampak negatif terhadap perkembangan emosional, sosial, dan akademik anak bisa ditekan secara signifikan.
Penanganan gangguan ini memerlukan pendekatan holistik, meliputi terapi medis, psikoterapi, dan dukungan psikososial. Yang tak kalah penting adalah dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar, karena mereka berperan besar dalam proses pemulihan dan kesejahteraan mental anak.
Dengan meningkatnya kesadaran dan keterlibatan berbagai pihak, diharapkan anak-anak dan remaja yang mengalami gangguan bipolar atau skizofrenia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, meski dengan tantangan yang mereka hadapi.
Mengatasi Stigma dan Meningkatkan Kesadaran
Stigma terhadap gangguan jiwa masih menjadi hambatan besar dalam penanganan GB dan Skizofrenia. Kurangnya pemahaman masyarakat seringkali membuat penderita enggan mencari bantuan.
Penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kedua kondisi ini. Dengan memahami perbedaan dan karakteristik masing-masing gangguan, kita dapat membangun empati dan mendukung proses pemulihan para penyintas.
“Dengan penanganan yang tepat, anak dan remaja dapat belajar mengelola perubahan suasana perasaan mereka agar bisa menjadi pulih dan menjalani kehidupan yang tetap produktif di tengah masyarakat,” tambah Prof. Tjhin.