
Sophrology – Istilah “angin duduk” kerap digunakan oleh masyarakat untuk menggambarkan kondisi nyeri dada. Namun, secara medis, sebutan ini merujuk pada angina pectoris, yaitu kondisi ketika otot jantung tidak mendapatkan suplai darah yang cukup.
Menurut Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, Dr. dr. Vito Damay, Sp.JP(K), M.Kes, AIFO-K, FIHA, FICA, FAsCC, angin duduk bukanlah istilah yang digunakan dalam dunia kedokteran, melainkan istilah populer di kalangan masyarakat awam. Kondisi ini terjadi akibat penyempitan atau penyumbatan pada arteri koroner, pembuluh darah yang bertugas memasok darah ke jantung.
Ketika pasokan oksigen dan nutrisi ke otot jantung terganggu, muncullah gejala seperti nyeri dada. Rasa nyeri ini bisa terasa seperti ditekan, terbakar, atau sesak di dada.
Apa Saja Gejala Angin Duduk?
Gejala angin duduk dapat berbeda-beda pada setiap orang, namun beberapa keluhan umum yang sering muncul meliputi:
- Nyeri dada yang menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, atau punggung
- Sesak napas
- Mual atau ingin muntah
- Pusing dan lemas
- Keringat dingin
- Rasa cemas atau gelisah berlebihan
Keluhan ini sering muncul saat seseorang melakukan aktivitas fisik berat, mengalami stres emosional, atau setelah makan dalam jumlah besar.
Angin duduk adalah sinyal penting dari tubuh bahwa jantung sedang mengalami kekurangan pasokan darah—dan ini bisa menjadi tanda awal penyakit jantung koroner. Oleh karena itu, penting untuk tidak mengabaikan gejala ini dan segera mencari pertolongan medis jika mengalami nyeri dada yang tidak biasa.
Angin Duduk Berbeda Dengan Serangan Jantung

Masih banyak masyarakat yang menyamakan angin duduk dengan serangan jantung, padahal keduanya adalah kondisi yang berbeda. Hal ini dijelaskan oleh Dr. dr. Vito Damay, spesialis jantung dan pembuluh darah.
Menurut dr. Vito, angina atau angin duduk terjadi karena penyempitan atau penyumbatan sebagian pada pembuluh darah koroner, sehingga aliran darah ke otot jantung berkurang. Sementara itu, serangan jantung terjadi ketika aliran darah terhenti sepenuhnya akibat sumbatan total di arteri koroner.
Perbedaan ini sangat penting dipahami karena akan memengaruhi penanganan medis. Meskipun sama-sama menunjukkan gejala nyeri dada, angina biasanya bersifat sementara dan dapat reda dengan istirahat atau obat, sedangkan serangan jantung membutuhkan penanganan darurat segera.
Memahami istilah medis yang tepat dan mengenali gejala sejak dini menjadi langkah penting dalam mencegah komplikasi serius akibat penyakit jantung.
Gejala Dan Penyebab Angin Duduk
Angin duduk, yang secara medis dikenal sebagai angina pektoris, merupakan tanda bahwa jantung tidak mendapatkan pasokan darah yang cukup. Kondisi ini paling sering disebabkan oleh penyakit jantung koroner (PJK), yaitu penumpukan plak di pembuluh arteri koroner.
Sejumlah faktor risiko yang berkontribusi terhadap PJK dan angin duduk meliputi:
- Tekanan darah tinggi
- Kadar kolesterol yang tinggi
- Diabetes
- Kebiasaan merokok
- Obesitas
- Kurangnya aktivitas fisik
- Riwayat keluarga dengan penyakit jantung
Selain itu, kondisi lain seperti spasme arteri koroner, anemia, penyakit katup jantung, dan hipertensi yang tidak terkontrol juga dapat menjadi pemicu angin duduk.
Gejala angina tidak selalu muncul sebagai nyeri dada hebat. Banyak penderita menggambarkan sensasi seperti tekanan, rasa terbakar, atau panas di dada yang bisa menjalar ke lengan, leher, rahang, atau punggung. Dalam beberapa kasus, gejala utamanya justru berupa sesak napas, mual, kelelahan, atau rasa tidak nyaman yang samar.
Karena gejala bisa muncul ringan, banyak orang mengabaikan angin duduk dan tidak menyadari bahwa mereka sedang mengalami masalah jantung serius. Padahal, jika tidak ditangani, angin duduk dapat berkembang menjadi serangan jantung, yaitu ketika aliran darah ke otot jantung terputus sepenuhnya, mengakibatkan kerusakan permanen.
Tanda serangan jantung meliputi nyeri dada hebat dan menetap, keringat dingin, mual, pusing, dan rasa cemas berlebihan.
Maka dari itu, sangat penting untuk segera mencari bantuan medis jika gejala angin duduk tidak mereda setelah istirahat. Deteksi dan penanganan dini dapat mencegah kondisi memburuk dan menyelamatkan nyawa.